Penafsiran Sesat Ala Moderasi Beragama terkait Zakat untuk Perempuan Korban Kekerasan
Penulis :ANI AGUSTINI
Korban kekerasan seksual acapkali mengalami trauma psikis yang cukup lama.Kondisi ini
berdampak pada ketahanan keluarga selama masa pemulihan.Bantuan yang diberikan
pemerintah bersama lembaga swasta,nyatanya tidak mencukupi kebutuhan itu.
Dengan konteks diatas,muncul gagasan agar zakat menjadi salah satu sumber pendanaan
alternatif bagi proses pemulihan korban kekerasan seksual.Hal ini mendorong Ketua Pusat
Studi Islam Perempuan dan Pembangunan Institute Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan
(PSIPP ITBAD) Jakarta yang berkolaborasi bersama LAZIS Muhammadiyah (LazisMu)
mengadakan peluncuran buku sekaligus gerakan zakat bagi korban kekerasan terhadap
perempuan dan anak “Mulai dari Muzzaki Perempuan untuk Mustahik Perempuan Korban”.
Kegiatan ini diawali diskusi publik dalam rangka peringatan HUT ke-76 Republik Indonesia
pada Jum’at, 27 Agustus 2021. Kegiatan bertema “Kemerdekaan Perempuan dan Anak dari
Kekerasan Seksual” ini akan diakhiri pada tanggal 10 Desember 2021.
Rangkaian kegiatan 16 minggu ini terinspirasi dari 16 hari kampanye anti kekerasan
terhadap perempuan. Buku ini adalah ijtihad kontemporer untuk membuka kesadaran
banyak orang bahwa korban KDRT dan korban kekerasan seksual berhak atas zakat,” terang
Yulianti (27/08/2021).
Selama 16 Minggu kegiatan, selain bedah buku juga diselenggarakan “Gerakan Zakat
Nasional Mulai dari Muzzaki (Pemberi Zakat ) Perempuan untuk Mustahik (Penerima Zakat)
Perempuan.” Gerakan ini ditujukan untuk menggalang solidaritas dan dana zakat bagi
perempuan dan anak korban kekerasan.
Melalui gerakan ini, Yulianti berharap muncul kesadaran baru bagi semua pihak dalam
memperkuat nilai-nilai ukhuwah nisaiyah (persaudaraan sesama perempuan) untuk
mendukung korban.
Hal itu ditegaskan oleh Erni Jualiana, Koordinator bidang PSIPP ITBAD Jakarta, Erni Juliana.
Dalam era berkemajuan saat ini, menurut Erni, sangat mudah untuk mengajak publik
melakukan kebaikan, “termasuk melaksanakan zakat bagi korban kekerasan,” ungkapnya
(27/08/2021). Melalui rangkaian kegiatan Gerakan Zakat Nasional selama 16 Minggu ini,
Erni mengajak peserta untuk membantu korban kekerasan melalui zakat dengan
menyalurkannya ke lembaga filantropi.
Komisioner Komnas Perempuan Periode 2010-2014 dan 2015-2019, Sri Nurherwati,
mengamini bahwa persoalan perempuan korban dalam mendapatkan keadilan terkait
dengan minimnya akses layanan bagi korban. Antara lain layanan penegakan hukum,
kesehatan, dan kesejahteraan. Peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan di satu
sisi mengakibatkan pendampingan yang telah dilakukan selama ini menjadi tidak cukup.
Sementara di sisi lain, penyelenggara negara mengeluhkan beban kewajiban negara yang
harus ditanggung, sehingga cenderung meminta permakluman dari perempuan korban bila
belum mendapatkan layanan.
Dalam diskusi ini juga,Sri Nurherwati mengatakan bahwa lahirnya buku ini ibarat mengetuk
pintu ditengah tantangan,hambatan dan kesulitan dalam melakukan pendampingan
terhadap korban.Diantaranya minimnya akses layanan hukum dan kesehatan.Sistem akses
keadilan terhadap perempuan pun dapat dimulai dari pengakuan hak akses perempuan
korban memperoleh zakat.Selain berharap adanya terobosan hukum,ia pun mengapresiasi
karya buku zakat ini.
Sebagaimana diakui bahwa dalam sistem kapitalisme sekular,segala kebijakan dan aturan
tidak berdasarkan Al quran dan As sunnah.Pasalnya sistem sekular yang memisahkan agama
dari kehidupan telah menjadikan akal manusia untuk menuntun segalanya.Agama hanya
digunakan untuk mengatur ranah ibadah saja,sementara ranah sosial diatur dengan suara
mayoritas.Alhasil masyarakat bahkan sebagian ulama dibiarkan menempuh jalan pintas
dalam menafsirkan ayat al quran,dengan menggunkan perspektif akal dan hawa
nafsunya.
Karena ini dipandang kebebasan berpendapat yang harus dijamin dalam sistem
kapitalisme sekular.Bahkan dibawah jubah moderasi beragama, ini menjadi proyek barat
untuk menancapkan nilai – nilai barat dibenak kaum muslimin.Atas dasar ini pula,negeri
muslim dituntut untuk menafsirkan ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah sesuai dengan
Perspektif moderasi beragama yang mengatasnamakan kemaslahatan manusia.
Penafsiran Al quran surah At taubah ayat 60,yang menyatakan bahwa zakat bisa
diperuntukan bagi korban kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah salah satu
buktinya.
Pengusung moderasi beragama,memandang bahwa persoalan kekerasan seksual
merupakan persoalan marginalitas kaum perempuan oleh kaum laki-laki karena
ketidakberdayaan kaum perempuan.
Oleh karena itu perempuan selalu menjadi korban atas tindakan kekerasan seksual dan
selalu menjadi pihak yang dirugikan.Hingga pengusung moderasi membuat fatwa agar
korban kekerasan perempuan dan anak untuk mendapatkan zakat karena dianggap orang
yang teraniaya (riqab).
Padahal ibadah termasuk didalamnya zakat adalah perkara yang bersifat Tauqifiy,yaitu
perkara yang harus diambil apa adanya sesuai dengan apa yang tercantum didalam nash
syariat yaitu al quran dan as sunnah.
Karena itu ayat-ayat yang berkaitan dengan ibadah,tidak boleh dikaitkan dengan ilat atau
sebab disyariatkannya hukum sama sekali.Akan tetapi harus diterima dan dilaksanakan
dengan penuh ketundukan.
Sebagaimana dalam firman Allah swt di dalam surah At taubah ayat 60
Artinya :”Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk
(membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang
dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.”(TQS At Taubah 9:60)
Bahwa di dalam ayat tersebut dengan jelas mengatakan, bahwa yang berhak menerima
zakat hanya 8 asnaf(golongan).Para mufasir telah menjelaskan makna masing-masing
golongan,termasuk untuk lafadz fii Ar riqab baik budak,baik mukattab ataupun ghairu
mukattab.Tidak ada satupun mufassir kredibel(muttabar)yang menyatakan bahwa Ar Riqab
bisa dimaknai korban kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Kesempurnaan islam yang benar dan dijamin oleh Allah swt,kini diotak atik oleh segelintir
manusia hanya karena dorongan hawa nafsunya atas nama moderasi beragama.karena itu
moderasi dalam menafsirkan ayat ayat al quran hanya mengantarkan pada pemahaman
yang berbeda dan tidak sesuai nash yang sudah ditetapkan oleh Allah swt.Dan hal ini tentu
akan menyesatkan umat islam.Padahal islam telah menuntun umatnya dalam menafsirkan
al quran yakni dibutuhkan ilmu tafsir atau metode penafsiran.
Ilmu tafsir merupakan cabang ilmu islam yang bersumber dari al quran dan hadis.Penafsiran
al quran tidak boleh bertentangan dengan kedua sumber itu.Seorang mufasir dalam
menafsirkan ilmu islam harus tunduk kepada apa yang diturunkan oleh Allah yang berupa
syariat,bukan tunduk kepada akal,hawa nafsu atau pendapat yang dijadikan sebagai
acuan.Allah swt mengancam keras orang yang menafsirkan al quran berdasarkan akal dan
hawa nafsu atau pendapat yang tidak disertai ilmu.
Rasulullah saw bersabda
“Barangsiapa yang berbicara tentang Al quran tanpa disertai ilmu,maka hendaklah bersiap
siap mengambil tempat duduknya dari api neraka”(HR Tirmidzi)
Begitulah islam mengatur semuanya agar menjadikan al quran dan as sunnah sebagai
sumber untuk menjalani kehidupan secara keseluruhan dan sempurna.Dan menerapkan
aturan islam sesuai dengan nash-nash.Hal ini tidak akan bisa terwujud di dalam negara yang
menerapkan sistem kapitalisme sekular pada saat ini.
Tapi ini hanya mungkin terwujud dalam bingkai negara yang menerapkan syariah islam
secara kaffah dalam bingkai khilafah ala minhaj Nubuwwah.Maka yuk kita perjuangkan
khilafah,agar hukum-hukum Allah swt yang tercantum di dalam al quran dan as sunnah
dapat diterapkan secara menyeluruh.
Wallahu ‘alam bisshowwab